Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Materi C : Islam Masuk Istana Raja - Part 5


 

Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia

Materi : Bab 4 - Islamisasi dan Silang Budaya Nusantara

 

Bagian C - Islam Masuk Istana Raja

Dengan persebaran Islam di seluruh Nusantara sekitara 1300 - 1650 M, konsep baru kerajaan Islam di Indonesia mulai merebak. Mulai dari Sumatra, Jawa, dan kemudian di daerah-daerah lainnya, kerajaan-kerajaan Islam mulai berdiri dan menjalankan segala aktivitasnya.

1. Kerajaan Islam di Maluku 

Sejak awal diketahui bahwa di daerah Maluku terdapat dua kerajaan besar bercorak Islam, yakni Ternate dan Tidoro. Kedua kerajaan ini terletak di sebelah barat Pulau Halmahera Maluku Utara. Kedua kerajaan itu pusatnya masing-masing di Pulau Ternate dan Tidore, tetapi wilayah kekuasaannya mencakup sejumlah pulau di Kepulauan Maluku dan Papua.

Semula Kerajaan Ternate dan Tidore hidup rukun dengan wilayah kekuasaan yang berbeda. Tetapi, dalam perkembangan berikutnya antara dua kerajaan tersebut terjadi persaingan untuk dapat menguasai perdagangan rempah-rempah Akibat hal tersebut muncul dua persekutuan dagang sebagai berikut

a. Ull Lima (Persekutuan Lima) dipimpin Ternate, yaitu persekutuan lima bersaudara dengan anggotanya meliputi Ternate, Obi, Bacan, Seram, dan Ambon

b. Ull Siwa (Persekutuan Sembilan) dipimpin Tidore, yaitu persekutuan sembilan bersaudara dengan anggotanya meliputi pulau-pulau Makyan, Jalolo, Sca Slu, Halmahera, Kei, dan pulau-pulau kecil lain sampai Papua bagian barat.

Munculnya persekutuan dagang tersebut telah menimbulkan persaingan antara Kerajaan Temate dan Tidore, kedua kerajaan meminta bantuan dari bangsa Barat, yaitu Ternate meminta bantuan dari tentara Spanyol dan Tidore minta bantuan kepada Portugis.

A. Kerajaan Ternate

Ternate merupakan sebuah pulau gunung api seluas 40 km persegi, terletak di Maluku Utara, Indonesia. Penduduknya berasal dari Halmahera yang datang ke Ternate dalam suatu migrasi. Pada awalnya terdapat empat kampung di Ternate. Masing-masing kampung dikepalai oleh seorang kepala marga atau dalam bahasa Temate disebut momole. Lambat laun, empat kampung ini kemudian bergabung membentuk sebuah kerajaan yang dinamakan Ternate.

Dalam sejarahnya, Ternate merupakan daerah terkenal penghasil rempah-rempah Oleh karena itu, banyak pedagang asing dari India, Arab, Tiongkok, dan Melayu yang datang untuk berdagang. Sebagai wakil masyarakat yang berhubungan dengan para pedagang tersebut adalah para kepala marga (momole), Ada dugaan, sebelum Kolano Marhum, sudah ada Raja Ternate yang memeluk Islam, namun hal ini masih menjadi perdebatan. Secara resmi, Raja Ternate yang diketahui memeluk Islam adalah Kolano Marhum (1465-1486 M), Raja Ternate ke-18. Anaknya, Zainal Abidin (1486-1500) yang kemudian menggantikan ayahnya menjadi raja, pernah belajar di Pesantren Sunan Giri di Gresik. Saat itu, ia dikenal dengan sebutan Sultan Bualawa (Sultan Cengkih). Menurut HJ de Graaft, Raja Ternate yang  benar-benar muslim adalah Zainal Abidin. Ketika menjadi sultan, Zainal Abidin kemudian mengadopsi hukum Islam sebagai undang-undang kerajaan. Ia juga mengganti gelar kolano dengan sultan Untuk memajukan sektor pendidikan, ia juga membangun sekolah (madrasah). Sejak saat itu, Islam berkembang pesat di Ternate dan menjadi agama resmi kerajaan.

Setelah Sultan Zainal Abidin mangkat pada 1500, takhta Ternate dikuasai Sultan Tabariji. Sultan Tabariji bergelar Sultan Sirullah. Pada 1512, pasukan dagang Portugis tiba di Kepulauan Maluku. Sikap kasar gubernur Portugis yang bernama Tritoa de Altaide, membuat Sultan Hairun (pengganti Sultan Tabariji) memutuskan untuk menyerang Portugis. Untuk menyelesaikan pertentangan itu diadakan perundingan antara Ternate (Sultan Hairun) dan Portugis (Gubernur Lopez de Mesquita). Perdamaian dapat dicapai pada tanggal 27 Februari 1570. Namun, perundingan persahabatan itu hanyalah tipuan belaka. Pada pagi harinya (28 Februari 1570) ketika Sultan Hairun berkunjung ke Benteng Sao Paulo, ia ditangkap dan dibunuh.

Atas kematian Sultan Hairun, rakyat Ternate bangkit menentang bangsa Portugis di bawah pimpinan Sultan Baabulah (putra dan pengganti Sultan Hairun). Setelah terkepung hampir selama lima tahun, Benteng Sao Paulo berhasil diduduki rakyat Ternate (1575). Orang-orang Portugis yang menyerah tidak dibunuh, tetapi harus meninggalkan Ternate. Mereka pun pindah ke Ambon, Maluku.

Sultan Baabullah dapat meluaskan daerah kekuasaannya di Maluku. Daerah kekuasaannya terbentang antara Sulawesi dan Papua; ke arah timur sampai Papua barat sampai ke Pulau Buton; utara sampai ke Mindanao Selatan (Filipina); selatan sampai ke Pulau Bima (Nusa Tenggara) sehingga ia mendapat julukan Tuan dari Tujuh Pulau Dua Pulau".

B. Kerajaan Tidore

Kerajaan Tidore dikenal sebagai pemimpin Ull Siwa (Persekutuan Sembilan), yaitu persekutuan sembilan bersaudara dengan anggotanya meliputi pulau-pulau Makyan, Jailolo atau Halmahera, dan pulau-pulau di daerah tersebut sampai wilayah Papua.

Walaupun sedang bersaing memperebutkan hegemoni di kawasan tersebut, kerajaan-kerajaan di Maluku tetap tidak menginginkan bangsa-bangsa Barat mengganggu kegiatan perdagangan di kawasan tersebut. Hal itu merupakan salah satu ciri kerajaan-kerajaan Islam di Maluku. Oleh karena itu, mereka selalu mengadakan perlawanan terhadap kekuasaan bangsa Barat.

Kasultanan Tidore berdiri pada abad ke-16, hampir bersamaan dengan berdirinya Kasultanan Ternate. Raja Tidore yang pertama kali masuk Islam adalah Cirillitati. la mendapat bimbingan mubalig dari Arab yang bernama Syekh Mansyur. Setelah masuk Islam, ia bergelar Sultan Jamaluddin. Kejayaan Kasultanan Tidore tercapai pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1885). Ia berhasil mempersatukan Tidore dan Ternate untuk bersama-sama melawan VOC.

Pada tahun 1789 M Tidore berhasil memenangkan peperangan. Sultan Nuku berhasil meluaskan wilayahnya ke Pulau Seram, Halmahera, Kal, dan Papua. Kerajaan Tidore pun mencapai kejayaan masa pemerintahan Sultan Nuku (1797-1805). Setelah Sultan Nuku meninggal (1805), tidak ada lagi perlawanan yang kuat menentang VOC, sehingga VOC memperkokoh kekuasaannya kembali di Maluku. Perlawanan yang lebih dahsyat di Maluku baru muncul pada permulaan abad ke-19 di bawah pimpinan Pattimura. Salah satu karya seni bangun yang terkenal ialah Istana Sultan Ternate dan masjid kuno di Ternate.

Kedatangan Portugis di Maluku tidak hanya untuk berdagang dan mendapatkan rempah-rempah, tetap Portugis menyebarkan agama Katolik. Pada tahun 1534 missionaris Katolik, Fransiscus Xaverius telah berhasil menyebarkan agama Katolik di Halmahera, Ternate, dan Ambon. Telah kita ketahui bahwa sebelumnya di Maluku telah berkembang agama Islam. Dengan demikian, kehidupan agama telah mewarnai kehidupan sosial masyarakat Maluku. Salah satu karya seni bangunan yang terkenal di Ternate adalah ialah Istana Sultan Ternate dan masjid kuno di Ternate.

Lanjut ke Part 6 : https://www.perangkatrpp.com/2021/03/materi-c-islam-masuk-istana-raja-part-6.html

Post a Comment for "Materi C : Islam Masuk Istana Raja - Part 5"