Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kerajaan Mataram Kuno - Munculnya Negara Tradisional (Kerajaan) bercorak Hindu-Buddha di Indonesia

 


Perkembangan agama Hindu-Buddha selama beradab-abad di Indonesia telah meninggalkan berbagai peninggalan, seperti sistem politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Salah satu bentuk peninggalan sistem politik masa penyebaran agama Hindu-Buddha adalah berdirinya berbagai kerajaan Hindu-Buddha. Agar Anda mampu mengidentifikasi perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, cermatilah materi berikut ini.

5. Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah dengan intinya sering disebut Bumi Mataram. Daerah ini dikelilingi oleh Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga dialiri oleh Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo, dan Sungai Bengawan Solo. Itulah sebabnya daerah ini sangat subur. Di Bumi Mataram diperintah oleh dua wangsa atau dinasti, yaitu Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu (di bagian utara), dan Dinasti Syailendra yang beragama Buddha (di bagian selatan). Dalam hal pembuatan candi, kedua dinasti dapat bekerja sama, tetapi di bidang politik terjadi perebutan kekuasaan.

a. Kehidupan politik 

Kerajaan Mataram didirikan oleh Sanjaya (Prasasti Canggal) dengan ibukotanya berada di Medang di Poh Pitu Kerajaan Mataram Kuno berkembang dengan pesatnya karena didukung oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut.

1) Para raja di Mataram cukup arif dan bijaksana serta menjadi panutan yang balk bagi rakyatnya. 

2) Kerja sama antara raja dengan para Brahmana atau Biksu cukup baik. 

3) Wilayah kerajaannya sangat subur, rakyatnya hidup makmur, aman, dan tenteram. 

4) Umat Hindu dan umat Buddha hidup rukun saling tolong menolong. 

5) Adanya jalinan kerja sama dengan kerajaan atau negara asing, seperti: Kerajaan Sriwijaya, Siam, India, dan lain-lain.

Pada masa pemerintahan Raja Sanjaya Panangkaran dilakukan perluasan daerah kekuasaan meliputi: Jawa Barat, Melayu, Semenanjung Malaya, dan Selat Malaka. Untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaan dilakukan dengan menjalin hubungan dengan negara lain maupun lewat perkawinan politik, seperti perkawinan Rakai Pikatan (Wangsa Sanjaya) dengan Pramudyawardani (Wangsa Syailendra). Kebesaran Mataram dicapai pada masa pemerintahan Balitung, wilayahnya sampai Jawa Timur. Pada masa pemerintahaan raja Balitung (907), wilayah Kerajaan Mataram Kuno juga telah meliputi daerah-daerah di Jawa Timur terutama lembah Sungai Brantas yang subur. Daerah itu amat penting untuk pertanian dan pelayaran sungai menuju Laut Jawa. Sementara itu kedudukan ibukota Mataram Kuno makin tidak menguntungkan karena:

1) tidak memiliki pelabuhan laut sehingga sulit berhubungan dengan dunia luar; 

2) sering dilanda bencana alam oleh letusan Gunung Merapi; 

3) sering terjadi perebutan kekuasaan sehingga kewibawaan kerajaan berkurang; 

4) mendapat ancaman serangan dari Kerajaan Sriwijaya. Oleh karena itu pada tahun 929 ibu kota Mataram Kuno dipindahkan ke Jawa Timur (di bagian Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur).

b. Kehidupan sosial-ekonomi

Kehidupan ekonomi masyarakat bertumpu pada pertanian. Kondisi alam bumi Mataram yang tertutup dari dunia luar sulit untuk mengembangkan aktivitas perekonomian dengan pesat. Pada masa Raja Balitung, aktivitas perhubungan dan perdagangan dikembangkan lewat Sungai Bengawan Solo. Pada Prasasti Wonogiri (903) disebutkan bahwa desa-desa yang terletak di kanan-kiri sungai dibebaskan dari pajak dengan catatan harus menjamin kelancaran lalu-lintas lewat sungai tersebut.

c. Kehidupan agama dan kebudayaan 

Bumi Mataram diperintah oleh Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu dengan pusat kekuasaannya di utara. Hasil budayanya berupa candi-candi, seperti Gedong Sanga dan Komplek Candi Dieng. Sebaliknya, Dinasti Syailendra beragama Buddha dengan pusat kekuasaannya di daerah selatan. Hasil budayanya, seperti Candi Borobudur, Mendut, dan Pawon.

Semula terjadi perebutan kekuasan, namun kemudian terjalin persatuan ketika terjadi perkawinan antara Rakai Pikatan (Sanjaya) beragama Hindu dengan Pramudyawardani (Syailendra) beragama Buddha. Sejak itu agama Hindu dan Buddha hidup berdampingan secara damai. Hal ini menunjukkan betapa besar jiwa toleransi bangsa Indonesia.

 

Post a Comment for "Kerajaan Mataram Kuno - Munculnya Negara Tradisional (Kerajaan) bercorak Hindu-Buddha di Indonesia"