Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Materi C : Islam Masuk Istana Raja - Part 7


 

Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia

Materi : Bab 4 - Islamisasi dan Silang Budaya Nusantara

 

Bagian C - Islam Masuk Istana Raja

Dengan persebaran Islam di seluruh Nusantara sekitara 1300 - 1650 M, konsep baru kerajaan Islam di Indonesia mulai merebak. Mulai dari Sumatra, Jawa, dan kemudian di daerah-daerah lainnya, kerajaan-kerajaan Islam mulai berdiri dan menjalankan segala aktivitasnya.

1. Kerajaan Islam di Nusa Tenggara 

Provinsi Nusa Tenggara Barat meliputi bagian barat Kepulauan Nusa Tenggara. Dua pulau terbesar di provinsi ini adalah Pulau Lombok yang terletak di barat dan Pulau Sumbawa yang terletak di timur. Ibu kota provinsi ini adalah Mataram yang berada di Pulau Lombok.

Sebagian besar dari penduduk Lombok berasal dari suku Sasak, sementara suku Bima dan suku Sumbawa merupakan kelompok etnis terbesar di Pulau Sumbawa.

A. Kerajaan Islam di Lombok

Kerajaan Islam pertama di Pulau Lombok diduga adalah kerajaan Selaparang. Merekonstruksi sejarah Kerajaan Selaparang menjadi sebuah bangunan kesejarahan yang utuh dan menyeluruh agaknya memerlukan pengkajian yang mendalam. Permasalahan utamanya terletak pada ketersediaan sumber-sumber sejarah yang layak dan memadai.

Sumber-sumber yang ada sekarang, seperti babad dan lain-lain memerlukan pemilihan dan pemilahan dengan kriteria yang valid dan reliable.

Kerajaan Lombok berpusat di Labuhan Lombok. Pusat kerajaan ini terletak di Teluk Lombok yang strategis, sangat indah alamnya, dan memiliki sumber air tawar yang banyak. Posisi strategis dan banyaknya sumber air menyebabkannya banyak dikunjungi pedagang dari berbagai daerah, seperti Palembang, Banten, Gresik, dan Sulawesi. Berkat perdagangan yang ramai maka Kerajaan Lombok berkembang dengan cepat.

Ada beberapa versi yang menyebutkan bermulanya penyebaran Islam di Lombok. Versi pertama Islam datang dari Jawa, sedangkan versi lain Islam datang dari Sulawesi (Makassar). Versi penyebaran Islam dari Jawa dilakukan oleh Pangeran Prapen. Sebelum mendakwahkan Islam di Kerajaan Lombok, Sunan Prapen diduga telah mendakwahkan Islam di Bayan, Lombok Utara. Dari Bayan kemudian penyebaran itu menuju ke sebelah barat tengah, serta timur. Jejaknya adalah terdapatnya komunitas Wetu Telu di wilayah-wilayah tersebut. Wetu Telu adalah komunitas Islam tua yang sampai sekarang masih ada di Lombok dengan pusatnya di Bayan. Mereka menjalani ajaran Islam dengan tidak meninggalkan ritual adat leluhurnya. Komunitas Wetu Teludi Lombok Barat, mereka ada di Narmada dan Sekotong. Di Lombok Tengah, komunitas ini ada di Pegadang, Pujut, dan Rambitan, sedangkan di Lombok Timur tidak begitu banyak.

Setelah orang-orang Lombok masuk Islam, Sunan Prapen kemudahn meneruskan upaya islamisai ke Bima dan Sumbawa. Sepeninggalan Pangeran Prapen, masyarakat Lombok Kembali ke agama asal, paganisme. Hal ini disebabkan kaum perempuan Lombok banyak yang belum memeluk Islam sehingga berhasil memengaruhi keluarganya agar kembali ke agama asal.

Sementara itu, setelah berhasil mendaptakan kemenangan di Sumbawa dan Bima, Pangeran Prapen kembali ke Lombok. Dengan bantuan Raden Sumuliya dan Raden Salut, Pangeran Prapen kemudian menyusun gerakan dakwah baru untuk mengislamkan Lombok dan berhasil mencapai kesuksesan. Seluruh Pulau Lombok berhasil dislamkan, kecuali di beberapa tempat.

Kerajaan Lombok atau Selaparang ini terus berkembang sehingga Kerajaan Gelgel di Bali merasa mendapat saingan. Oleh karena itu, Galgel yang merasa sebagai pewaris kebesaran Majapahit kemudian menyerang Lombok (Selaparang) pada tahun 1520 M. Akan tetapi, serangan ini berhasil digagalkan oleh Selaparang. Dalam perkembangannya, Kerajan Gelgel sendiri kemudian juga mengalamai kemunduran.

B. Kerajaan Islam di Sumbawa

  1) Kerajaan Bima

Awalnya, Kerajaan BIma merupakan kerajaan yang dipengaruhi Hindu-Buddha yang bercampur dengan kebudayaan asli. Sebelum Islam datang, penduduknya mempercyai arwah-arwah leluhur mereka sebagai penjaga kehidupan. Pada awal abad ke-17, barulah ajaran Islam masuk ke Bima. Tepatnya pada tahun 1620, Raja Bima yang bernama La Ka’I memeluk Islam dan namanya berganti menjadi Abdul Kahir.

Sesungguhnya, ajaran islam telah masuk ke daerah Sumbawa sejak abad ke-16. Persebaran islam di wilayah ini terbagi dalam dua gelombang. Gelombang pertama terjadi sekitar tahun 1540-1550 oleh para mubalig dan pedagang dari Demak. Sementara, gelombang kedua terjadi pada tahun 1620, oleh orang-orang Sulawesi. Pada gelombang kedua inilah Raja Bima, La Ka’I, tertarik menjadi muslim. Sejak penguasanya masuk islam, Bima menjelma menjadi pusat penyebaran islam di wilayah timur Nusantara. Para mubalig yang berdakwah Sebagian diangkat menjadi penasihat sultan dan berperan besar dalam menentukan kebijakan kerajaan. Banyak mubalig termasyhur yang datang ke Bima ini. Ada Syekh Umar al-Batani dari Banten yang berasal dari Arab,Dato’ Ri Bandang dari Minangkabau, Dato’Ri Tiro dari Aceh, Kadi Jalaluddin, serta Syekh Umar Bamahsun dari Arab.

Di bagian barat dan timur Pelabuhan Bima telah terdapat perkampungan orang Melayu. Perkampungan ini menjadi pusat pengajaran Islam, Sultan Bima begitu menghormti orang-orang Melayu dan mengagap mereka saudara. Mereka bahkan dibebaskan dari kewajiban mereka bahkan dibebaskan dari kewajiban membayar pajak. Ulama dan penghulu Melayu mendapat hak istimewa untuk mengatur perkampungannya sesuai hukum Islam titik Dengan demikian, bahasa Melayu mudah menyebar di Bima dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan Kerajaan Bima meliputi pulau Flores Timur solor, Sumba dan sawu. Pada waktu itu, Bima merupakan salah satu Bandar utama titik para pedagang yang pergi dari Malaka ke Maluku atau sebaliknya pasti melewati perairan Sumbawa. Untuk meningkatkan perdagangan nya, Bima mengadakan hubungan dengan kerajaan-kerajaan lain yang berdekatan titik salah satunya dengan kerajaan gowa-tallo. Dato Ri Bandang dan Dato Ri Tiro adalah ulama yang datang ke Sumbawa atas dukungan gowa-tallo. Hubungan Dua kerajaan ini dipererat dengan pernikahan keluarga kedua kerajaan. Walaupun Bima telah berhasil diislamkan oleh Goa, Raja Lucky gagal mengajak keluarga dan rakyatnya untuk ikut memeluk Islam. Akibatnya, ketika tentara Goa ditarik dari Bima pada tahun 1632 masehi, keluarga raja dan rakyatnya bangkit menentang raja dan berhasil menurunkan dari Tahta titik untuk mengatasi kemelut ini, pada tahun 1633 M, Gowa kembali mengirimkan pasukan ke Bima. Setelah melakukan pertempuran berdarah, Gowa berhasil merestorasi kekuasaan pemerintahan Islam titik Sejak saat itu Gelar Raja diganti menjadi Sultan dan Islam secara resmi menjadi agama kerajaan.

2) Kerajaan Sumbawa

Ketika kerajaan Sumbawa diperintah Raja dengan sebutan Dewa Maja parwa kerajaan ditaklukan oleh Kerajaan Gowa Tallo pada tahun 1673. Berkaitan dengan penaklukan itu, Dewa Maja paruh atas nama kerajaan Sumbawa telah menyepakati perjanjian damai yang diajukan raja gowa-tallo. Salah satu syarat dalam perjanjian itu adalah kerajaan Sumbawa bersedia Memegang teguh dan menjalankan syariat Islam dalam  pemerintahannya yang tertuang dalam Sumpah "Adat dan Rapang Samawa (contoh-contoh kebaikan)" tidak akan diganggu-gugat sepanjang raja dan rakyat yang menjalankan syariat Islam yang merujuk pada konvensi "adat bersendikan syarak dan syarak bercakapan kitabullah". Pada dasarnya "penaklukan" bertujuan untuk mengajak Raja Sumbawa memeluk agama Islam dan ingin melihat Islam menjadi agama resmi kerajaan Sumbawa. Setelah"penaklukan" Raja gowa-tallo berhasil, selanjutnya kerajaan Sumbawa bernaung di bawah kerajaan gowa-tallo dan kerajaan tersebut mempunyai kewajiban untuk melindungi kerajaan Sumbawa sehingga ada ungkapan Sumbawa yang menyebabkan bahwa "gowa-tallo payung kekar Sumbawa payung, ", artinya kerajaan gowa-tallo memayungi atau melindungi kerajaan Sumbawa. Kedekatan hubungan Kerajaan Sumbawa dengan kerajaan dari Sulawesi Selatan menjadi semakin erat melalui hubungan pernikahan. Hal ini dapat dilihat dengan disunting nya l Ratia Karaeng Ageng Jene, Ratu Sidenreng Sulawesi Selatan oleh Sultan Muhammad Jalaludin I. Hubungan pernikahan juga dilakukan Sultan Muhammad Kaharuddin l dengan menikahi putri raja Bugis yang bernama l Sugi Ratu Karaeng Bonoparang yang pernah menggantikan suaminya yang wafat untuk memimpin Kesultanan Sumbawa dan mempunyai gelar Sultan Siti Aisyah. Selanjutnya, pada tahun 1673 Dewa Maja Paruwa wafat. Untuk mengisi kekosongan kekuasaan ditunjuklah Mas Gowa untuk menjalankan pemerintahan kerajaan, kemudian diganti oleh Mas Cini. Masa pemerintahan mereka berdua tidak ada yang dapat bertahan lama, keduanya terpaksa dilengserkan dari tahta kerajaan dikarenakan pandangan mereka yang masih kuat dipengaruhi paham Hindu. Sebagai pengganti, kemudian ditunjuk lah Mas Bantan, adik dari Mas Cini. Masa bantan dikenal taat menjalankan syariat Islam dan pandangannya tentang Islam yang sangat luas. Mas Bantan kemudian dinobatkan menjadi raja pada tahun 1674 dengan gelar Sultan Harunnurasyid l. Ia merupakan raja Islam pertama yang mendapatkan gelar Sultan di kerajaan Sumbawa. Dinobatkan nya Mas Bantan menjadi raja kerajaan Sumbawa menjadi titik awal kekuasaan dinasti " dewa dalam bawah". Raja-raja pada masa kekuasaan dinasti ini semuanya menjalankan ajaran Islam hingga berakhirnya pada tahun 1958.



-------------------------------

Form Pemahaman Materi (Silahkan diisi setelah membaca dan memahami materi).




Post a Comment for "Materi C : Islam Masuk Istana Raja - Part 7"