Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Materi C : Islam Masuk Istana Raja - Part 1


 

Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia

Materi : Bab 4 - Islamisasi dan Silang Budaya Nusantara

 

Bagian C - Islam Masuk Istana Raja

Dengan persebaran Islam di seluruh Nusantara sekitara 1300 - 1650 M, konsep baru kerajaan Islam di Indonesia mulai merebak. Mulai dari Sumatra, Jawa, dan kemudian di daerah-daerah lainnya, kerajaan-kerajaan Islam mulai berdiri dan menjalankan segala aktivitasnya.

1. Kerajaan Islam di Sumatra

Sejak awal kedatangannya, Pulau Sumatra termasuk daerah pertama dan terpenting dalam pengembangan agama Islam di Indonesia. Dikatakan demikian mengingat letak Sumatra yang strategis dan berhadapan langsung dengan jalur perdagangan dunia, yakni Selat Malaka. Berdasarkan catatan Tome Pires dalam Suma Oriental (1512-1515) dikatakan bahwa di Sumatra, terutama di sepanjang pesisir Selat Malaka dan pesisir barat Sumatra terdapat banyak kerajaan Islam, baik yang besar maupun yang kecil. Di antara kerajaan- kerajaan tersebut antara lain Aceh, Biar dan Lambri, Pedir, Pirada, Pase, Aru, Rupat, Siak, Kampar, Tongkal, Indragiri, Jambi, Palembang, Andalas, Pariaman, Minangkabau, Tiku, Panchur, dan Barus.
a. Kerajaan Samudra Pasai Kerajaan Samudra Pasai adalah kerajaan bercorak Islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini terletak di daerah pantai timur Pulau Sumatra bagian utara yang berdekatan dengan Selat Malaka. Kerajaan Samudra Pasai diperkirakan tumbuh berkembang pada kurun waktu 1270-1275 atau pertengahan abad ke-13.

Kerajaan Samudra Pasal dibangun oleh Nazimudin al Kamil, seorang laksamana laut dari Mesir. Raja pertamanya ialah Marah Silu dengan gelar Sultan Malik al Saleh. la memorintah sejak tahun 1285-1297 M. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Samudra Pasai mengalami kemakmuran, terutama setelah dibukanya Pelabuhan Pasai. Hubungan dengan kerajaan lain pun berjalan harmonis terutama dengan Kerajaan Perlak. Berikut ini merupakan urutan pära raja-raja yang memerintah di Kesultanan Samudra Pasai:
 1) Sultan Muhammad Malik Zahir (1297-1326) la berusaha meneruskan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh ayahnya sehingga Kerajaan Samudra Pasai terus mengalami perkembangan. Pada masa pemerintahan- nya, ia berhasil menyatukan Kerajaan Perlak dengan Kerajaan Samudra Pasai.
 2) Sultan Mahmud Malik Zahir (+ 1346-1383)
3) Sultan Zainal Abidin Malik Zahir (1383-1405)
4) Sultanah Nahrisyah (1405-1412) 5) Abu Zain Malik Zahir (1412)
6) Mahmud Malik Zahir (1513-1524) Kehidupan perekonomian Kerajaan Samudra Pasai didasarkan pada perdagangan nasional dan internasional. Letaknya yang strategis menyebabkan Pelabuhan Samudra Pasai ramai dikunjungi para pedağang mancanegara. Bahkan, pada perkembangannya, Kerajaan Samudra Pasai mampu menyaingi Sriwijaya yang mulai mengalami kemunduran. Bukti yang menunjukkan kemakmuran masyarakat Samudra Pasal yang diberitakan oleh Tome Pires yang menyatakan bahwa masyarakat Samudra Pasai sudah menggunakan mata uang emas yang disebut dengan deureuham (dirham). Kehidupan bermasyarakat dan bernegara Kerajaan Samudra Pasai diatur dengan aturan dan hukum-hukum Isam. Keberadaan agama Islam di Samudra Pasai sangat dipengaruhi oleh perkembangan di Timur Tengah. Hal itu terbukti dengan adanya perubahan aliran Syl'ah menjadi Syafi'i di Samudra Pasai. Perubahan aliran tersebut ternyata mengikuti perubahan di Mesir. Pada saat itu, di Mesir sedang terjadi pergantian kekuasaan dari Dinasti Fatimah yang beraliran Syi'ah kepada Dinasti Mamluk yang beraliran Syafii. Aliran Syafii dalam perkembangannya di Samudra Pasai menyesuaikan dengan adat istiadat setempat. Oleh karena itu, kehidupan sosial masyarakatnya merupakan campuran Islam dengan adat istiadat setempat.

b. Kerajaan Malaka Malaka dikenal sebagai pintu gerbang menuju Nusantara. Sebutan ini diberikan mengingat peranannya sebagai jalan lalu lintas bagi pedagang-pedagang asing yang berhak masuk dan keluar pelabuhan-pelabuhan Indonesia. Letak geografis Malaka sangat menguntungkan yang menjadi jalan antara Asia Timur dan Asia Barat. Dengan letak geografis yang demikian membuat Malaka menjadi kerajaan yang berpengaruh atas daerahnya. Setelah Malaka menjadi kerajaan Islam, para pedagang, mubalig, dan guru sufi dari negeri Timur Tengah dan India makin ramal mendatangi Kota Bandar Malaka. Dari bandar ini, Islam dibawa ke Pattani dan tempat lainnya di semenanjung, seperti Pahang, Johor, dan Perlak. Kerajaan Malaka didirikan oleh Prameswara pada sekitar tahun 1400. Setelah memeluk Islam, Parameswara bergelar Muhammad Iskandar Syah. Menurut Sejarah Melayu, pengislaman Malaka berlangsung setelah Sri Maharaja, raja pengganti Prameswara, berkenalan dengan Sayid Abdul Azis dari Jedah, Arab. Setelah masuk Islam, Sri Maharaja bergelar Sultan Muhammad Syah. Sebagian sejarawan bahkan beranggapan bahwa ia merupakan Raja Malaka yang pertama Muslim. Pendapat lain menyatakan, Malaka diislamkan oleh Samudra Pasai. Raja-raja yang memerintah Malaka setelah Prameswara atau Muhammad Iskandar Svah adalah Sri Maharaja (1424-1444), Sri Prameswara Dewa Syah (1444-1445). Sultan Muzaffar Syah (1445-1459), Sultan Mansur Syah (1459-1477), Sultan Alauddin Riayat
Syah (1477-1488), dan Sultan Mahmud Syah (1488-1551). Malaka mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Muzaffar Syah. Ketika itu, wilayah Malaka melingkupi Pahang, Trengganu, Pattani (sekarang temasuk wilayah Thailand), Kampar, dan Indragiri di Sumatra. Akhir Kesultanan Malaka terjadi ketika wilayah ini direbut oleh Portugis yang dipimpin oleh Alfonso d'albuquerque pada tahun 1511. Saat itu yang berkuasa di Malaka adalah Sultan Mahmud Syah. Usia Malaka ternyata cukup pendek, hanya satu setengah abad. Sebenamya, pada tahun 1512, Sulan Mahmud Syah yang dibantu Adipati Unus permah menyerang Portugis di Malaka, namun gagal merebut kembali wilayah ini dari Portugis.

 C. Kerajaan Aceh Kerajaan Aceh berdiri sekitar abad ke-16. Kerajaan ini terletak utara dengan ibu kota di Kota Raja (Banda Aceh Sekarang). Pada masa kekuasaan Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1526), Aceh berhasil memisahkan diri dari Kerajaan Pedir. Sultan inilah yang dianggap sebagai pendiri Kerajaan Aceh. Dengan cepat Aceh memperluas wilayahnya. Barus, Batak, dan Minang disatukan dalam Kasultanan Aceh. Faktor pendorong Aceh berkembang menjadi kerajaan besar, antara lain letaknya strategis di tepi Selat Malaka: jatuhnya Malaka ke tangan Portugis 1511; kaya hasil bumi, seperti emas, lada, dan timah; runtuhnya Kerajaan Samudra Pasai. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1635) Aceh memperluas wilayahnya dengan menyeberangi Selat Malaka, menguasai Johor, Kedah, dan Perlak. Di samping berhasil menguasai Deli, Pahang dan Nias. Tindakan-tindakan yang dilakukan Sulfan Iskandar Muda untuk memperkuat kedudukan Aceh sebagai pusat perdagangan, antara lain merebut sejumlah pelabuhan penting di pesisir barat dan timur Sumatra serta pesisir barat Semenanjung Melayu: menyerang Portugis dan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaya dengan tujuan menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan menguasai daerah penghasil lada; bekerja sama dengan EIC dan VOC untuk memperlemah pengaruh Portugis. Mundurnya kekuasaan Aceh terjadi pada tahun 1629. Iskandar Muda gagal untuk yang kesekian kalinya mengusir Portugis dari Malaka. Sejak saat itu, Iskandar Muda kehilangan rasa percaya diri dan pengawasan atas pedagang-pedagang Eropa menjadi kendor. Bahkan, Belanda diizinkan berdagang di seluruh Aceh, termasuk ikut dalam perdagangan timah di Perlak. Pada permulaan abad ke-20 (1905) Aceh dapat dikuasai oleh Belanda. Sumatra oleh Belanda


Lanjut ke Part 2 : https://www.perangkatrpp.com/2021/04/materi-c-islam-masuk-istana-raja-part-2.html

Post a Comment for "Materi C : Islam Masuk Istana Raja - Part 1"