Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kerajaan Islam di Pulau Jawa

Masuknya Islam di Pulau Jawa juga tidak lepas dari aktivitas perdagangan di wilayah Kepulauan Indonesia. Perkembangan Islam ini mendorong munculnya kerajaan-kerajaan bercorak Islam. Pada perkembangannya kerajaan-kerajaan belcorak Islam tersebut mampu menggeser eksistensi kerajaan bercorak Hindu-Buddha. Apa saja kerajaan bercorak Islam di Pulau Jawa? Untuk mengetahuinya, perhatikan pembahasan berikut 

a. Kerajaan Demak 

Perkembangan Kerajaan Demak tidal dapat dipisahkan dari keberadaan Kerajaan Majapahit. Pada awalnya Demak merupakan salah satu pelabuhan dagang yang dimiliki Kerajaan Majapahit. Pelabuhan dagang ini makin ramai setelah dikunjungi oleh pedagang asing, termasuk para pedagang.dari Arab. Pedagang Arab tersebut menetap sementara di Demak dan menyebarkan agama Islam di wilayah Demak. Dalam perkembangannya, di wilayah tersebut berdiri sebuah kerajaan bercorak Islam, yaitu Kerajaan Demak.

1) Kondisi Geografis

Demak terletak di pesisir utara Pulau Jawa bagian tengah. Berdasarkan informasi dalam babad lokal, pusat pemerintahan Kerajaan Demak terletak di Bintara atau Glagahwangi. Pusat Kerajaan Demak dikelilingi oleh beberapa sungai antara lain Sungai Tuntang, Sungai Buyaran, dan Sungai Serang. Keberadaan sungai-sungai tersebut sangat mendukung perkembangan pertanian di Kerajaan Demak. Sementara itu, wilayah pesisir Demak menjadi pelabuhan bagi kapal-kapal dagang berukuran besar. Letak di pesisir utara Jawa bagian tengah menyebabkan Demak menjadi penghubung daerah-daerah di Indonesia bagian timur dan barat.

2) Kehidupan Politik

Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah pada akhir abad XV. la merupakan keturunan Raja Brawijaya V dan putri Campa, Vietnam. Pada awalnya Demak termasuk wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Akan tetapi, ketika Kerajaan Majapahit mengalami kehancuran akibat perang saudara pada 1478, Demak berkembang menjadi kerajaan bercorak Islam. Bahkan, dalam perkembangannya wilayah-wilayah di pantai utara Jawa yang sudah menganut Islam berada di bawah kekuasaan Demak. 

Setelah Raden Patah wafat, Demak dipimpin oleh Pati Unus atau yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Sabrang Lor. Pati Unus terinspirasi oleh keberhasilan Gajah Mada sehingga ia berambisi menjadikan Demak sebagai kerajaan maritim terbesar di wilayah Kepulauan Indonesia seperti Majapahit. Untuk mewujudkan ambisi tersebut, Pati Unus berusaha membangun Angkatan Laut yang kuat. Selain membangun Angkatan Laut, Pati Unus berusaha menyerang Malaka yang saat itu dikuasai Portugis. Penyerangan itu dilakukan karena keberadaan Portugis di Malaka dianggap merugikan perdagangan Demak. Akan tetapi, serangan tersebut gagal karena Portugis memiliki angkatan perang yang lebih kuat.

Kedudukan Pati Unus sebagai Sultan Demak digantikan oleh Sultan Trenggono (15 21- 1546). Di bawah pimpinan Sultan Trenggono Demak berhasil mencapai puncak kejayaan. Pada saat itu wilayah Kerajaan Demak meliputi sebagian besar wilayah pesisir utara Pulau Jawa. Bahkan, kekuasaan Demak meluas ke Sukadana (Kalimantan Barat), Palembang, Jambi, dan Banjar (Kalimantan Selatan).

Demak mulai mengalami kemunduran sepeninggal Sultan Trenggono: Kemunduran ini terjadi karena perebutan kekuasaan antara Pangeran Prawoto (putra Sultan Trenggono) dan Arya Penangsang (keturunan Pangeran Sekar Sedo Lepen, adik Sultan Trenggono). Dalam perselisihan itu Arya Penangsang berhasil membunuh Pangeran Prawoto. Akan tetapi, Arya Penangsang kemudian berhasil dibunuh Joko Tingkir (menantu Sultan Trenggono) dari Pajang. la kemudian merebut takhta Demak dari Arya Penangsang dan memindahkan ibu kota Kerajaan Demak ke Pajang. Pemindahan ibu kota tersebut sekaligus mengakhiri eksistensi Kerajaan Demak.

3) Kehidupan Ekonomi

Sebagai kerajaan yang terletak di pesisir, perdagangan Demak mengalami perkembangan pesat. Pelabuhan Demak berkembang menjadi pelabuhan transit yang menghubungkan perdagangan internasional antara Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur. Sebagai pelabuhan transit, Demak sering dikunjungi pedagang asing yang ingin membeli rempah-rempah dari Maluku.

Selain sektor maritim, Kerajaan Demak mengembangkan kegiatan perekonomian di sektor agraris perkembangan sektor agraris di Kerajaan Demak tidak lepas clan kondisi wilayah pedalaman yang subur sehingga mendorong perkembangan pertanian sawah. Beras merupakan salah satu komoditas dagang Demak yang diunggulkan dari sektor agraris. Pada abad XVI Demak dikenal sebagai penghasil beras terbesar di wilayah Kepulauan Indonesia. 

4) Kehidupan Agama 

Pada masa kejayaannya Kerajaan Demak menjadi pusat penyebaran agama Islam di pantai utara Pulau Jawa. Penyebaran Islam di Pulau Jawa tersebut didukung oleh para wali yang dikenal dengan sebutan Wali Sanga. Para wali tersebut memiliki peran besar dalam penyebaran Islam di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Wali Sanga mendirikan masjid Agung Demak sebagai pusat dakwah agama Islam di Jawa. Masjid Agung Demak juga sering digunakan sebagai tempat bersidang para wali (ulama) untuk membahas berbagai permasalahan. Wali Sanga juga berperan sebagai penasihat Kerajaan Demak.

5) Kehidupan sosial Budaya 

Kehidupan sosial budaya masyarakat Demak diwarnai ajaran Islam yang berakulturasi dengan kebudayaan Jawa. Akulturasi ini dapat dilihat dari pelaksanaan upacara selamatan dan yasinan. Salah satu ulama yang mengembangkan akulturasi budaya adalah Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga menjadi peletak dasar-dasar tradisi sekaten yang sekarang masih dijalankan di Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon.

Perkembangan akulturasi budaya menyebabkan tradisi agama Islam di Demak berbeda dengan tradisi Islam di Arab. Corak kebudayaan Islam di Kerajaan Demak dapat dilihat dari keberadaan masjid Agung Demak. Masjid Demak memiliki bentuk unik, yaitu memiliki bentuk atap tumpang bertingkat tiga. Bentuk atap ini merupakan ciri bangunan Jawa yang dipadukan dengan budaya Hindu-Buddha. Dengan demikian, masyarakat Jawa di Demak memiliki kemampuan memadukan kebudayaan Islam dan kebudayaan lama (lokal dan Hindu-Buddha) menjadi kebudayaan baru. 

b. Kerajaan Pajang 

Kerajaan Pajang merupakan kelanjutan Kerajaan Demak. Semula Pajang merupakan kadipaten bagian Kerajaan Demak. Kerajaan Pajang berdiri setelah Joko Tingkir, menantu Sultan Demak mengambil alih kekuasaan Demak dari tangan Arya Penangsang dan memindahkan ibu kota kerajaan ke Pajang.

c. Kerajaan Mataram Islam

Kerajaan Mataram Islam berkaitan erat dengan Kerajaan Pajang. Pada awalnya daerah Mataram Islam merupakan wilayah Kerajaan Pajang yang diberikan oleh Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir) kepada Ageng Pemanahan, Sultan Hadiwijaya memberikan daerah Mataram tersebut karena jasa Ki Ageng Pemanahan dalam membantu Sultan Hadiwijaya mengalahkan Arya Penangsang. Ki Ageng Pemanahan kemudian mendirikan kerajaan di wilayah tersebut. Kerajaan ini dikenal dengan nama Kerajaan Mataram Islam.

1) Kondisi Geografis 

Wilayah Mataram Islam dikelilingi jajaran gunung dan pegunungan seperti Gunung Prau, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Ungaran, Gunung Lawu, Pegunungan Serayu, Pegunungan Kendeng, dan Pegunungan Sewu. Di antara jajaran gunung dan pegunungan tersebut mengalir sungai-sungai besar seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo, dan Sungai Bengawan Solo. Kondisi geografis tersebut menyebabkan sebagian besar kondisi tanah di Mataram Islam berupa tanah aluvial dan vulkanik yang berasal dari endapan material sungai dan gunungapi. Tanah ini sangat subur sehingga cocok untuk aktivitas pertanian. 

2) Kehidupan Politik 

Kerajaan Mataram Islam didirikan pada abad XVI oleh Ki Ageng Pemanahan. Ki Ageng Pemanahan menjalankan pemerintahan di Mataram Islam hingga wafat pada 1584. Selanjutnya, takhta kerajaan dipegang oleh putra Ki Ageng Pemanahan sekaligus menantu Sultan Hadiwijaya, yaitu Panembahan Senopati. Di bawah pemerintahan Panembahan Senopati, Kerajaan Mataram Islam melepaskan diri dari kekuasaan Pajang.

Pada masa pemerintahan Panembahan Senopati (1584-1601) Kerajaan Mataram Islam mengembangkan politik ekspansi. Daerah yang menjadi tujuan politik ekspansi Kerajaan Mataram Islam antara lain Demak, Madiun, Kediri, Ponorogo, Tuban, dan Pasuruan. Satu-satunya daerah strategis yang gagal ditaklukkan Kerajaan Mataram Islam di bawah pimpinan Panembahan Senopati adalah Surabaya.

Sepeninggal Panembahan Senopati, takhta Kerajaan Mataram Islam diduduki oleh Mas Jolang (Sultan Hanyokrowati). Mas Jolang menjalankan pemerintahan sejak 1601 dan pada 1613 kedudukannya digantikan oleh putranya yang bernama Mas Rangsang dengan gelar Sultan Agung. Sultan Agung berhasil membawa Kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaan. Di bawah kepemimpinan Sultan Agung seluruh wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, termasuk Madura mengakui kedaulatan Mataram Islam. Surabaya pun berhasil ditaklukkan pada 1625. Sementara itu, di Jawa Barat kekuasaan Mataram Islam tertanam di wilayah Cirebon, Sumedang, dan Ukur.

Sultan Agung bercita-cita menyatukan seluruh Pulau Jawa di bawah kekuasaan Mataram Islam. Cita-cita tersebut berusaha diwujudkan dengan menyerang kekuasaan VOC di Batavia pada 1628 dan 1629. Akan tetapi, kedua serangan tersebut mengalami kegagalan karena VOC memiliki teknologi persenjataan dan taktik yang lebih unggul. VOC berhasil menghancurkan gudang-gudang beras milik pasukan Mataram Islam di Tegal dan Cirebon. VOC juga menghancurkan kapal-kapal yang akan digunakan untuk mengangkut pasukan Mataram Islam ke Batavia. Oleh karena itu, pasukan Mataram Islam terpaksa menempuh perjalanan darat yang berat menuju Batavia. Akibatnya, pasukan Mataram Islam mengalami kelelahan dan kelaparan sehingga dapat dikalahkan oleh VOC dengan mudah.

Pada 1645 Sultan Agung wafat sehingga menyebabkan Kerajaan Mataram Islam mengalami kemunduran. Sepeninggal Sultan Agung, Mataram Islam tidak memiliki pemimpin cakap yang mampu mengendalikan kekuasaan secara baik. Bahkan, VOC berhasil mencampuri urusan pemerintahan di Kerajaan Mataram Islam. Akibatnya, pada 1755 berdasarkan perjanjian Giyanti Kerajaan Mataram Islam terpecah menjadi dua wilayah, yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Selanjutnya, pada 1757 berdasarkan perjanjian Salatiga kedua kerajaan pecahan Mataram Islam tersebut mengalami perpecahan sehingga muncul Mangkunegaran dan Pakualaman.

3) Kehidupan Ekonomi 

Perekonomian Kerajaan Mataram Islam bertumpu pada sektor agraris dan perdagangan. Sektor agraris didukung oleh kondisi tanah yang subur sehingga hasil pertanian melimpah. Melimpahnya hasil pertanian juga didukung oleh banyaknya tenaga kerja. Oleh karena itu, pertanian di Mataram Islam dapat berkembang pesat. Pertanian Mataram Islam menghasilkan beras dalam jumlah banyak. Beras merupakan komoditas utama dari Mataram Islam. Pada abad XVII Mataram Islam dikenal sebagai kerajaan penghasil beras terbesar di Indonesia.

Kerajaan Mataram Islam juga mengembangkan sektor perdagangan. Pada masa pemerintahan Sultan Agung kegiatan ekspor dan impor dipimpin langsung oleh sang sultan. Kegiatan ekspor dan import dilakukan melalui pelabuhan-pelabuhan yang dikuasai Mataram Islam, seperti Kendal, Jepara, dan Tegal. Selain beras, hasil bumi dari Kerajaan Mataram Islam antara lain gula, kapas, kelapa, dan palawija.

4) Kehidupan Agama 

Kerajaan Mataram Islam menerapkan Islam yang diakulturasikan dengan kebudayaan lokal. Tokoh yang berperan mengakulturasikan kedua unsur kebudayaan tersebut adalah Sultan Agung. la berusaha memasukkan nilai-nilai Islam dalam tradisi Jawa. Proses akulturasi ini terlihat pada pembuatan kalender Jawa yang menggabungkan tahun Hijriah dan tahun Saka. 

Sultan Agung juga menulis kitab Sastra Gendhing yang menjelaskan tentang ajaran manunggaling kawula gusti atau bersatunya Tuhan dengan manusia. Ajaran ini pertama kali diperkenalkan oleh Syekh Siti Jenar dari Demak. Dalam perkembangannya, ajaran manunggaling kawula gusti sangat berpengaruh terhadap konsep kepercayaan kejawen di Mataram Islam. Kejawen merupakan kepercayaan hasil sinkretisme antara agama Islam dan kepercayaan lokal masyarakat Jawa.

5) Kehidupan Sosial Budaya 

Kerajaan Mataram Islam menerapkan struktur masyarakat feodal. Sistem feodal di Kerajaan Mataram Islam memunculkan struktur masyarakat baru berdasarkan penguasaan tanah. Struktur masyarakat tersebut terdiri atas golongan bendoro (raja dan bangsawan), priayi (pegawai kerajaan), dan wong cilik (rakyat). Kehidupan masyarakat feodal erat hubungannya dengan konsep patron. klien (atasan-bawahan). Dalam hubungan ini, raja sebagai patron harus mampu mengayomi rakyatnya dengan balk, sedangkan rakyat sebagai klien harus selalu patuh dan setia kepada raja.

Kebudayaan Jawa di Mataram Islam berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan Agung. Pada masa itu berkembang tradisi Grebeg Maulud yang merupakan perpaduan antara kebudayaan Hindu dan Islam. Selain itu, para pujangga Mataram Islam menulis beberapa karya sastra seperti kitab Nitisruti, Nitisastra, dan Astabrata.

Post a Comment for "Kerajaan Islam di Pulau Jawa"