Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kerajaan Sunda (Pajajaran) - Munculnya Negara Tradisional (Kerajaan) bercorak Hindu-Buddha di Indonesia

 


Perkembangan agama Hindu-Buddha selama beradab-abad di Indonesia telah meninggalkan berbagai peninggalan, seperti sistem politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Salah satu bentuk peninggalan sistem politik masa penyebaran agama Hindu-Buddha adalah berdirinya berbagai kerajaan Hindu-Buddha. Agar Anda mampu mengidentifikasi perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, cermatilah materi berikut ini.

10. Kerajaan Sunda (Pajajaran) 

Berdasarkan sumber sejarah, di daerah Jawa Barat telah berulang kali terjadi perpindahaan pusat kerajaan Hindu sesudah berdirinya Kerajaan Tarumanegara. Secara berurutan pusat-pusat kerajaan itu adalah Galuh, Prahajyan Sunda, Kawali dan Pakwan Pajajaran.

a. Kehidupan politik 

Keberadaan Kerajaan Sunda diketahui dari Carita Parahyangan sumber lain yang menyebutkan adanya Kerajaan Sunda adalah Prasasti Sanghyang Tapak dan Prasasti Batu Tulis. Pada awalnya, pusat Kerajaan Sunda terletak di Galuh, Jawa Barat.

1) Kerajaan Galuh 

Menurut kitab Carita Parahyangan, Sanjaya adalah anak Raja Sena yang berkuasa di Kerajaan Galuh. Sena adalah anak Mandiminyak dari hasil hubungan gelap dengan Pwah Rababu, istri Rahyang Sempakwaja yang merupakan kakak sulung Mandiminyak. Diduga karena raja tidak mempunyai putra mahkota, setelah Mandiminyak mangkat, Sena diangkat menjadi Raja. Raja Sena berkuasa selama tujuh tahun. Suatu ketika raja Sena diserang oleh Rahyang Purbasora (saudara seibu) dan mengalami kekalahan. Akibatnya Raja Sena diasingkan di Gunung Merapi beserta keluarganya. Disinilah anaknya lahir dan diberi nama Sanjaya. Setelah dewasa, Sanjaya mencari perlindungan kepada saudara tua ayahnya di Denuh. Akhirnya, Sanjaya berhasil mengalahkan Purbasora, kemudian naik tahta di Kerajaan Galuh.

2) Kerajaan Prahajyan Sunda 

Nama Sunda muncul lagi pada Prasasti Sahyang Tapak yang ditemukan di daerah Cibadak, Sukabumi berangka tahun 1030 M. Nama tokoh yang disebut dalam prasasti Sanghyang Tapak adalah Maharaja Sri Jayabupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakkalabhuwanamandaleswaranindita Haro Gowardhana Wikramottunggadewa yang berkuasa di Kerajaan Prahajyang Sunda.

3) Kerajaan Kawi

Menurut kitab Pararaton, pada tahun 1357 terjadi peristiwa Pasundan-Bubat atau perang bubat, Prabu Sri Baduga Maharaja gugur dan karena putranya, Watsu Kancana masih kecil, maka pemerintahannya diserahkan kepada pengasuhnya, yaitu Hyang Bunisora yang bertakhta antara 1357-1371. Pada tahun 1371 Wastu Kancana menggantikan Hyang Bunisora hingga 1471. Setelah mangkat tahun 1471, Raja Wastu digantikan putranya, Tohaan atau Rahyang Ningrat Kancana yang memerintah antara tahun 1471-1478.

4) Kerajaan Pakuan Pajajaran 

Setelah Raja Rahyang Ningrat Kancana jatuh dari takhta pada tahun 1478, ia digantikan putranya, Sang Ratu Jayadewata. Menurut Prasasti Batutulis Sang Jayadewata bergelar Prabu Dewataprana Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Ratu Dewata. Pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja, pusat Kerajaan Pajajaran dipindahkan dari Kawali ke Pakuan Pajajaran.

Pada masa kekuasaan Sang Ratu Jayadewata pengaruh Islam makin meluas di Kerajaan Sunda sehingga raja terpaksa menjalin hubungan dengan Portugis di Malaka. Pada tahun 1512 dan 1521 Ratu Samian diutus untuk menjalin hubungan dengan Portugis di Malaka, pada tahun 1552 ketika Hendrik De Heme memimpin ekspedisi Portugis ke Sunda, ratu Samian sudah naik tahta menjadi raja Pajajaran bergelar Prabu Surawisesa. Setelah mangkat tahun 1535, Ratu Samian digantikan oleh Prabu Ratu Dewata yang berkuasa antara tahun 1535-1543. Pada masa kekuasaan Prabu Dewadata terjadi serangan terhadap kerajaan Sunda yang dilakukan Maulana Hasanudin dan Maulana Yusuf dari kerajaan Banten.

b. Kehidupan ekonomi 

Masyarakat kerajaan Sunda hidup dari pertanian dan perladangan. Dalam kitab terdapat keterangan mengenai pekerjaan di ladang seperti pahuma (perladangan), penggerek (pemburu), dan penyadap. Selain bertumpu pada sektor pertanian, kerajaan Sunda juga didukung oleh perdagangan, yaitu adanya enam buah bandar yang penting untuk berdagang dengan daerah atau kerajaan lain. Masyarakat Sunda melakukan jual beli menggunakan mata uang berupa ceitis, calais, dan tumdaya.

c. Kehidupan sosial dan budaya 

Kehidupan manusia peladang sering berpindah-pindah sehingga tidak membuat bangunan permanen. Oleh karena itu, di Kerajaan Pajajaran tidak ditemui peninggalan berupa candi yang bisa bertahan hingga saat ini. Hasil kebudayaan Kerajaan Pajajaran berupa sastra tulis dan sastra lisan. Contoh sastra tulis adalah kitab Carita Parahyangan, Sakawakanda, atau serat Kanda, dan Sanghyang Siksakandang Karesian. Contoh sastra lisan berupa cerita pantun, seperti Catra, Haturwangi, langgarang Banyak, dan Siliwangi.

 

Post a Comment for "Kerajaan Sunda (Pajajaran) - Munculnya Negara Tradisional (Kerajaan) bercorak Hindu-Buddha di Indonesia"